My another blog

Seumur Hidup Jadi Tongkat Bagi Ibunda


(Erabaru.or. id) — Hawa udara di Changchun , Tiongkok, sangatlah dingin. Li Yuanyuan memanggul sang ibu yang lumpuh kedua kakinya sambil menggendong putrinya yang berusia dua tahun buru-buru ke rumah sakit karena sang ibu terkena serangan jantung lagi. Orang-orang yang berlalu lalang di jalan memandang mereka bertiga dengan mata terbelalak, semua takjub melihat seorang wanita yang kelihatannya kurus lemah justru memiliki tenaga untuk memanggul satu orang sambil menggendong satu lagi.......

Menurut laporan "City Evening Post", di pagi buta, 13 Pebruari 2008, Li Yuanyuan telah memakaikan baju bagi anak dan sang ibu yang baru sembuh dari sakitnya. Jam 10 pagi, Yuanyuan berjongkok di depan sang ibu, meletakkan kedua kaki ibu di pinggangnya lalu memanggul sang ibu, kemudian menggendong putrinya yang berdiri di atas tempat tidur.

Kedua tangan Yuanyuan dipakai untuk menyangga sang ibu, sedangkan sang ibu membantu merangkul cucunya mengitari leher Yuanyuan. Dengan cara inilah tiga orang tersebut saling berangkulan dengan susah payah keluar dari rumah sakit. Sang ibu telah lumpuh selama 21 tahun, selama 21 tahun itu pulalah Yuanyuan terbiasa memanggul sang ibu keluar masuk rumah sakit.

Ketika Yuanyuan berusia 7 tahun terjadilah sebuah kecelakaan lalu lintas yang benar-benar telah merubah kehidupannya. Karena kecelakaan ini ibunda mengalami kelumpuhan pada kedua kaki yang diperparah dengan menghilangnya sang ayah. Sejak saat itu, Yuanyuan menjadi tulang punggung rumah tangga. Karena tidak ada penghasilan Yuanyuan menghidupi keluarga dengan menjadi pemulung, uang hasil kerja kerasnya habis terpakai untuk mengurus sang ibu.

Rasa bakti Yuanyuan kepada orang tua sangat menyentuh hati para tetangga, banyak tetangga yang dengan sukarela memberi bantuan kepada sang ibu dan putrinya ini. Karena sepanjang tahun hanya mampu berebahan, otot kaki sang ibu sering kejang, sakitnya tak tertahankan.

Ada seorang tetangga yang berprofesi sebagai seorang dokter tradisional tua, setiap hari membantunya memberikan terapi akupunktur terhadap ibu Yuan-yuan, bahkan mengajarnya menggunakan teknik akupunktur sederhana. Sejak berusia 11 tahun sampai sekarang, Yuanyuan sudah dapat menggunakan teknik akupunktur untuk meringankan rasa sakit ibunya.

Tiga tahun yang lalu, Yuan-yuan menikah, setahun kemudian, Yuanyuan melahirkan seorang putri. Namun di mana pun dan kapan pun, Yuanyuan tidak pernah meninggalkan sang ibu, dia dan suaminya bersama-sama memikul tanggung jawab mengurus sang ibu.

Meskipun rumah tangganya tidak terbilang kaya, mereka sangatlah puas. Sang ibu berkata, terkenang masa 21 tahun ini meskipun penuh penderitaan, namun dia sangat puas, dia merasa diri-nya sama dengan orang tua lain yang juga telah menikmati kehangatan keluarga.

Bagi Yuanyuan, selama 21 tahun ini, dia merasa dirinya sangat bahagia, karena dia adalah seorang anak yang masih memiliki seorang ibu.

Saya rela menjadi tongkat ibu sepanjang hidupku.…… (Dajiyuan/prm)

Baca Selengkapnya..

Tuhan pernah berbisik

Ketika aku kirimkan padamu seorang teman, Aku tidak memberikan sesorang yang sempurna karena engkaupun tak sempurna. Aku mempertemukanmu dengan teman teman yang sama dengan mu, sehingga kalian dapat saling mengisi, berbagi dan bertumbuh bersama.

Jika kamu memancing ikan, ketika ikan itu terikat di mata kail, hendaklah angkat dan jagalah ia dengan baik. Janganlah sesekali kamu lepaskan ia begitu saja.... Karena ia akan sakit oleh karena ketajaman mata kailmu . Begitulah juga dalam kehidupan. Janganlah kamu banyak memberi banyak pengharapan kepada seseorang, bila memang rasa itu tak pernah ada.

Ketika kamu menyukai seseorang dan ia mulai menyayangimu, hendaklah kamu bisa menjaga hatinya. Janganlah sesekali kamu meninggalkannya begitu saja. Karena ia akan terluka oleh kenangan bersamamu dan mungkin tidak dapat melupakan segalanya selagi dia mengingat... ..

Jika kamu menadah air biarlah berpada, jangan terlalu mengharap pada
takungannya dan janganlah menganggap ia begitu teguh, tapi cukupkan
sebatas apa yang kamu perlukan. Karena bila sekali ia retak, akan sukar
bagimu untuk menjadikannya kembali seperti semula. Akhirnya kamu akan kecewa dan ia akan dibuang. Begitu juga jika kamu memiliki seseorang, terimalah seadanya. Janganlah kamu terlalu mengaguminya dan janganlah kamu menganggapnya begitu istimewa. Anggaplah ia manusia biasa. Sehingga apabila sekali ia melakukan kesilapan maka akan lebih mudah bagi kamu untuk menerima ketidak sempurnaannya dan memaafkannya. Berbagilah kasih, berusahalah saling menerima dan peliharalah sifat mudah memaafkan, dengan demikian persahabatan menjadi lebih indah.

Jika kamu telah memiliki sepinggan nasi yang pasti baik, putih dan sehat untuk dirimu, mengapa kamu harus berlengah dan mencoba mencari makanan yang lain ? Begitu juga ketika kamu bertemu dengan seorang yang membawa kebaikan kepada dirimu, menyayangimu, mengasihimu dengan tulus dan sepenuh hati, mengapa kamu harus berlengah dan mencoba membandingkannya dengan yang lain?. Ingatlah, jangan pernah mengejar kesempurnaan, karena kelak, kamu akan kehilangan yang terbaik yang sudah kau raih dan kamu akan menyesal.

Ya Tuhan, terima kasih bisikan indahmu. Aku mohon ya Tuhan, ketika aku menyukai seorang teman, tolong ingatkanlah aku bahwa di dunia ini tak akan pernah ada sesuatu yang abadi. Pada masanya, segala sesuatu itu pasti akan berakhir. Sehingga ketika seseorang meninggalkanku, aku akan tetap kuat dan tegar karena aku bersama Yang Tak Pernah Berakhir, yaitu cinta mu ya Tuhan...

Mencintai seseorang adalah keharusan
Dicintai seseorang adalah kebahagiaan
Tapi dicintai oleh Sang Pencinta adalah segalanya
SEMOGA KITA SELALU HIDUP DENGAN SALING BERKASIH SAYANG

Baca Selengkapnya..

Smile

Very inspiring story. (cerita dari seorang mahasiswi di Jerman)

Saya adalah ibu dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya. Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi ke luar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan didepan kelas.

Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir,tugas ini sangatlah mudah. Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi kerestoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri dibelakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir ? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" kearah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap kearah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' ditempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan.

Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya. Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai didepan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka.. Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (diluar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut kearah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah ber-kaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian, Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ketelinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak-2ku! " Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2 bersyukur dan menyadari,bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami.

Salah satu diantaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan akukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat kearah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh kearah kami sambil tersenyum, lalu melambai-2kan tangannya kearah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya. Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini ditangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan. Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang didekat saya diantaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya..

Diakhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis diakhir paper saya.

Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu.


Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!


Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri..

Baca Selengkapnya..

Gaji Papa Berapa?

Seperti biasa Andrew, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Sarah, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya.

Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama. "Kok, belum tidur ?" sapa Andrew sambil mencium anaknya. Biasanya Sarah memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Sarah menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?"

"Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?"
"Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Sarah singkat.

"Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10jam dan dibayar Rp. 400.000,-.
Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja. Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"

Sarah berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Andrew beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Sarah berlari mengikutinya.

"Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,-untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya.

"Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Andrew. Tetapi Sarah tidak beranjak.
Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian, Sarah kembali bertanya, "Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?"

"Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ? Papa capek.
Dan mau mandi dulu. Tidurlah".

"Tapi Papa..."

Kesabaran Andrew pun habis.
"Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Sarah.

Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Andrew nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Sarah di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Sarah didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Andrew berkata, "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Sarah. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa." Jangankan Rp.5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Andrew

"Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam.
Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".

"lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Andrew lembut.

"Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku, hanya ada Rp.15.000,- tapi.. karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,-
maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-. Tapi duit tabunganku kurang Rp.5.000, makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Sarah polos.

Andrew pun terdiam. ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.

"Bagi dunia kau hanya seseorang, tapi bagi seseorang kau adalah dunianya"


..Nice story...money is important but certainly not everything...

Baca Selengkapnya..

God is Good, Sebuah Ruangan

Cerita di bawah ini tentang Brian Moore yang berusia 17 tahun, ditulis olehnya sebagai tugas sekolah. Pokok bahasannya tentang sorga itu seperti apa.

"Aku membuat mereka terperangah," kata Brian kepada ayahnya, Bruce. "Cerita itu bikin heboh. Tulisan itu seperti sebuah bom saja. Itulah yang terbaik yang pernah aku tulis." Dan itu juga merupakan tulisannya yang terakhir.

Orangtua Brian telah melupakan esai yang ditulis Brian ini membersihkan kotak loker milik remaja itu di SMA Teays Valley, Pickaway County, Ohio. Brian baru saja meninggal beberapa jam yang lalu, namun orangtuanya mati-matian mencari setiap barang peninggalan Brian: surat-surat dari teman-teman sekolah dan gurunya, dan PR-nya.

Hanya dua bulan sebelumnya, ia telah menulis sebuah esai tentang pertemuannya dengan Tuhan Yesus di suatu ruang arsip yang penuh kartu-kartu yang isinya memerinci setiap saat dalam kehidupan remaja itu. Tetapi baru setelah kematian Brian, Bruce dan Beth, mengetahui bahwa anaknya telah menerangkan pandangannya tentang sorga.

Tulisan itu menimbulkan suatu dampak besar sehingga orang-orang ingin membagikannya. "Anda merasa seperti ada di sana," kata pak Bruce Moore. Brian meninggal pada tanggal 27 Mei, 1997, satu hari setelah Hari Pahlawan Amerika Serikat. Ia sedang mengendarai mobilnya pulang ke rumah dari rumah seorang teman ketika mobil itu keluar jalur Jalan Bulen Pierce di Pickaway County dan menabrak suatu tiang. Ia keluar dari mobilnya yang ringsek tanpa cedera namun ia menginjak kabel listrik bawah tanah dan kesetrum.

Keluarga Moore membingkai satu salinan esai yang ditulis Brian dan menggantungkannya pada dinding di ruang keluarga mereka. "Aku pikir Tuhan telah memakai Brian untuk menjelaskan suatu hal. Aku kira kita harus menemukan makna dari tulisan itu dan memetik manfaat darinya," kata Nyonya Beth Moore tentang esai itu. Nyonya Moore dan suaminya ingin membagikan penglihatan anak mereka tentang kehidupan setelah kematian. "Aku bahagia karena Brian. Aku tahu dia telah ada di sorga. Aku tahu aku akan bertemu lagi dengannya.."

Inilah esai Brian yang berjudul "RUANGAN".

Di antara sadar dan mimpi, aku menemukan diriku di sebuah ruangan. Tidak ada ciri yang mencolok di dalam ruangan ini kecuali dindingnya penuh dengan kartu-kartu arsip yang kecil. Kartu-kartu arsip itu seperti yang ada di perpustakaan yang isinya memuat judul buku menurut pengarangnya atau topik buku menurut abjad. Tetapi arsip-arsip ini, yang membentang dari dasar lantai ke atas sampai ke langit-langit dan nampaknya tidak ada habis-habisnya di sekeliling dinding itu, memiliki judul yang berbeda-beda.

Pada saat aku mendekati dinding arsip ini, arsip yang pertama kali menarik perhatianku berjudul "Cewek-cewek yang Aku Suka". Aku mulai membuka arsip itu dan membuka kartu-kartu itu. Aku cepat-cepat menutupnya, karena terkejut melihat semua nama-nama yang tertulis di dalam arsip itu. Dan tanpa diberitahu siapapun, aku segera menyadari dengan pasti aku ada dimana.

Ruangan tanpa kehidupan ini dengan kartu-kartu arsip yang kecil-kecil merupakan sistem katalog bagi garis besar kehidupanku. Di sini tertulis tindakan-tindakan setiap saat dalam kehidupanku, besar atau kecil, dengan rincian yang tidak dapat dibandingkan dengan daya ingatku. Dengan perasaan kagum dan ingin tahu, digabungkan dengan rasa ngeri, berkecamuk di dalam diriku ketika aku mulai membuka kartu-kartu arsip itu secara acak, menyelidiki isi arsip ini. Beberapa arsip membawa sukacita dan kenangan yang manis; yang lainnya membuat aku malu dan menyesal sedemikian hebat sehingga aku melirik lewat bahu aku apakah ada orang lain yang melihat arsip ini.

Arsip berjudul "Teman-Teman" ada di sebelah arsip yang bertanda "Teman-teman yang Aku Khianati". Judul arsip-arsip itu berkisar dari hal-hal biasa yang membosankan sampai hal-hal yang aneh. "Buku-buku Yang Aku Telah Baca". "Dusta-dusta yang Aku Katakan". "Penghiburan yang Aku Berikan". "Lelucon yang Aku Tertawakan". Beberapa judul ada yang sangat tepat menjelaskan kekonyolannya: "Makian Buat Saudara-saudaraku".

Arsip lain memuat judul yang sama sekali tak membuat aku tertawa: "Hal-hal yang Aku Perbuat dalam Kemarahanku.", "Gerutuanku terhadap Orangtuaku". Aku tak pernah berhenti dikejutkan oleh isi arsip-arsip ini. Seringkali di sana ada lebih banyak lagi kartu arsip tentang suatu hal daripada yang aku bayangkan. Kadang-kadang ada yang lebih sedikit dari yang aku harapkan. Aku terpana melihat seluruh isi kehidupanku yang telah aku jalani seperti yang direkam di dalam arsip ini.

Mungkinkah aku memiliki waktu untuk mengisi masing-masing arsip ini yang berjumlah ribuan bahkan jutaan kartu? Namun setiap kartu arsip itu menegaskan kenyataan itu. Setiap kartu itu tertulis dengan tulisan tanganku sendiri. Setiap kartu itu ditanda-tangani dengantanda tanganku sendiri. Ketika aku menarik kartu arsip bertanda "Pertunjukan-pertunjukan TV yang Aku Tonton", aku menyadari bahwa arsip ini semakin bertambah memuat isinya. Kartu-kartu arsip tentang acara TV yang kutonton itu disusun dengan padat, dan setelah dua atau tiga yard, aku tak dapat menemukan ujung arsip itu.

Aku menutupnya, merasa malu, bukan karena kualitas tontonan TV itu, tetapi karena betapa banyaknya waktu yang telah aku habiskan di depan TV seperti yang ditunjukkan di dalam arsip ini. Ketika aku sampai pada arsip yang bertanda "Pikiran-Pikiran yang Ngeres", aku merasa merinding di sekujur tubuhku. Aku menarik arsip ini hanya satu inci, tak mau melihat seberapa banyak isinya, dan menarik sebuah kartu arsip. Aku terperangah melihat isinya yang lengkap dan persis. Aku merasa mual mengetahui bahwa ada saat di hidupku yang pernah memikirkan hal-hal kotor seperti yang dicatat di kartu itu. Aku merasa marah.

Satu pikiran menguasai otakku: Tak ada seorangpun yang boleh melihat isi kartu-kartu arsip ini! Tak ada seorangpun yang boleh memasuki ruangan ini! Aku harus menghancurkan arsip-arsip ini! Dengan mengamuk bagai orang gila aku mengacak-acak dan melemparkan kartu-kartu arsip ini. Tak peduli berapa banyaknya kartu arsip ini, aku harus mengosongkannya dan membakarnya. Namun pada saat aku mengambil dan menaruhnya di suatu sisi dan menumpuknya di lantai, aku tak dapat menghancurkan satu kartupun.

Aku mulai menjadi putus asa dan menarik sebuah kartu arsip, hanya mendapati bahwa kartu itu sekuat baja ketika aku mencoba merobeknya. Merasa kalah dan tak berdaya, aku mengembalikan kartu arsip itu ke tempatnya. Sambil menyandarkan kepalaku di dinding, aku mengeluarkan keluhan panjang yang mengasihani diri sendiri. Dan kemudian aku melihatnya. Kartu itu berjudul "Orang-orang yang Pernah Aku Bagikan Injil". Kotak arsip ini lebih bercahaya dibandingkan kotak arsip di sekitarnya, lebih baru, dan hampir kosong isinya.

Aku tarik kotak arsip ini dan sangat pendek, tidak lebih dari tiga inci panjangnya. Aku dapat menghitung jumlah kartu-kartu itu dengan jari di satu tangan. Dan kemudian mengalirlah air mataku. Aku mulai menangis. Sesenggukan begitu dalam sehingga sampai terasa sakit. Rasa sakit itu menjalar dari dalam perutku dan mengguncang seluruh tubuhku. Aku jatuh tersungkur, berlutut,dan menangis. Aku menangis karena malu, dikuasai perasaan yang memalukan karena perbuatanku. Jajaran kotak arsip ini membayang di antara air mataku. Tak ada seorangpun yang boleh melihat ruangan ini, tak seorangpun boleh.Aku harus mengunci ruangan ini dan menyembunyikan kuncinya. Namun ketika aku menghapus air mata ini, aku melihat Dia.

Oh, jangan! Jangan Dia! Jangan di sini. Oh, yang lain boleh asalkan jangan Yesus! Aku memandang tanpa daya ketika Ia mulai membuka arsip-arsip itu dan membaca kartu-kartunya. Aku tak tahan melihat bagaimana reaksi-Nya. Dan pada saat aku memberanikan diri memandang wajah-Nya, aku melihat dukacita yang lebih dalam dari pada dukacitaku. Ia nampaknya dengan intuisi yang kuat mendapati kotak-kotak arsip yang paling buruk. Mengapa Ia harus membaca setiap arsip ini? Akhirnya Ia berbalik dan memandangku dari seberang di ruangan itu. Ia memandangku dengan rasa iba di mata-Nya. Namun itu rasa iba, bukan rasa marah terhadapku.

Aku menundukkan kepalaku, menutupi wajahku dengan tanganku, dan mulai menangis lagi. Ia berjalan mendekat dan merangkulku. Ia seharusnya dapat mengatakan banyak hal. Namun Ia tidak berkata sepatah katapun. Ia hanya menangis bersamaku. Kemudian Ia berdiri dan berjalan kembali ke arah dinding arsip-arsip. Mulai dari ujung yang satu di ruangan itu, Ia mengambil satu arsip dan, satu demi satu, mulai menandatangani nama-Nya di atas tanda tanganku pada masing-masing kartu arsip.

"Jangan!" seruku bergegas ke arah-Nya. Apa yang dapat aku katakan hanyalah "Jangan, jangan!" ketika aku merebut kartu itu dari tangan-Nya. Nama-Nya jangan sampai ada di kartu-kartu arsip itu. Namun demikian tanpa dapat kucegah, tertulis di semua kartu itu nama-Nya dengan tinta merah, begitu jelas, dan begitu hidup. Nama Yesus menutupi amaku. Kartu itu ditulisi dengan darah Yesus!

Ia dengan lembut mengambil kembali kartu-kartu arsip yang aku rebut tadi. Ia tersenyum dengan sedih dan mulai menandatangani kartu-kartu itu. Aku kira aku tidak akan pernah mengerti bagaimana Ia melakukannya dengan demikian cepat, namun kemudian segera menyelesaikan kartu terakhir dan berjalan mendekatiku. Ia menaruh tangan-Nya di pundakku dan berkata, "Sudah selesai!" Aku bangkit berdiri, dan Ia menuntunku ke luar ruangan itu. Tidak ada kunci di pintu ruangan itu. Masih ada kartu-kartu yang akan ditulis dalam sisa kehidupanku.

Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)


Baca Selengkapnya..

Isi Survey Dibayarin Dollar $$$$